Banyak orang
beranggapan bahwa semua ilmu, baik ilmu umum dan ilmu agama adalah hal yang
sama, dalam artian sama-sama dapat membantunya masuk syurgaNYA.
Ilmu adalah penolong,
pembimbing dan hiasan bagi setiap manusia yang memilikinya. Ilmu dapat menolong
manusia dari jurang kenisataan. Ilmu dapat membimbing manusia menuju jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang
yang diberi nikmat oleh Allah, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai
oleh-Nya dan orang-orang yang tersesat. Ilmu dapat menjadi hiasan, karena ucapan,
gerakan dan cara bergaul orang yang berilmu, sungguh sangat indah dan pantas
untuk dijadikan tauladan. Dan setiap amal perbuatan yang tidak didasari
dengan ilmu, akan menjadi sia-sia, tidak bernilai di hadapan Allah s.w.t.
Tidak semua ilmu berdampak
positif pada pemiliknya, ada juga ilmu yang justru menjadi penyebab bagi
pemiliknya terjerembab dalam jurang kenistaan, tersungkur selama-lamanya dalam
luapan api neraka, bersama para penghianat dan orang-orang yang dimurkai oleh
Allah s.w.t.. Baik dan tidaknya ilmu tergantung pada niat dan cara
mendapatkannya. Apabila niat dan caranya baik maka ilmu yang diperoleh_pun akan
menjadi baik, dan sebaliknya apabila niat dan caranya jelek, maka ilmu yang
diperoleh_pun akan menjadi jelek. Orang alim yang biasa disebut ulama’, tidak
semuanya menggunakan ilmu dengan semestinya, ada juga dari mereka yang
menggunakan ilmu pada jalan yang salah, hanya mengikuti kepuasan nafsu belaka.
Ulama’ ada dua macam, yaitu ulama’ akhirat dan ulama’ dunia yang disebut dengan
ulama’ al-su’.
a. Ulama’ Akhirat
Ulama’ akhirat adalah
orang alim yang menjadi pewaris para nabi, penunjuk jalan menuju Allah s.w.t.,
pelita dan penuntun umat, lampu dunia dan lentera akhirat, dan tidak pernah
mengambil keuntungan dunia sedikitpun dari ilmu yang dimilikinya.
Allah s.w.t. berfirman:
وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتٰبِ لَمَن
يُؤْمِنُ بِاللَّـهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْهِمْ خٰشِعِينَ
لِلَّـهِ لَا يَشْتَرُونَ بِـَٔايٰتِ اللَّـهِ ثَمَنًا قَلِيلًا , أُولٰئِكَ لَهُمْ
أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ , إِنَّ اللَّـهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan
sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada
apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka
berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan
harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya
Allah amat cepat perhitungannya”.(Ali Imran: 199)
Al-Syaikh
Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi berkata: Orang alim disamakan dengan lampu,
karena lampu dapat memancarkan sinar dengan sangat mudah, begitu pula orang
alim. Maling takut untuk masuk ke dalam rumah seseorang yang di dalamnya
terdapat lampu, beda halnya dengan rumah yang tidak ada lampunya, begitu pula
ulama’ yang ada di tengah-tengah manusia, mereka akan memperoleh petunjuk
menuju jalan yang hak serta terhindar dari gelapnya kebodohan dan bid’ah.
Apabila lampu dalam kaca diletakkan di lubang dinding, maka lampu itu akan
memancarkan sinar ke dalam dan luar rumah, begitu pula dengan lampu ilmu, akan
memancarkan sinar di dalam hati dan di luarnya, sehingga sinar itu akan
terpancar pada kedua telinga, kedua mata, lisan dan akan tampak macam-macam
ketaatan dari masing-masing anggota badan. Pemilik rumah yang ada lampunya akan
merasa nyaman dan senang, tapi sebaliknya apabila lampu itu mati dia akan
merasa kesepian dan tidak nyaman, begitu pula dengan ulama’, selama mereka
masih hidup manusia merasa nyaman dan senang, dan apabila mereka sudah
meninggal dunia manusia akan merasa kehilangan, gelisah dan berduka. Diantara
ciri-ciri ulama’ akhirat adalah:
Menggunakan
ilmu untuk mendapatkan ridha Allah s.w.t.
Tidak
mencari keuntungan dunia dengan ilmu yang dimiliki.
Mengamalkan
ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
Zuhud dan
memandang remeh terhadap dunia.
Mengajak
manusia pada yang makruf dan mencegah dari yang munkar.
b.
Ulama’ Dunia
Ulama’ dunia
adalah orang alim yang menjadi penyesat, penghancur dan penabur racun
kemunafikan dalam hati manusia. Mereka bagaikan pohon oleander yang beracun,
indah dipandang, tapi mematikan bila dimakan. Ucapan mereka dapat mengobati
penyakit, tapi perbuatan mereka dapat menimbulkan penyakit yang tidak ada
obatnya. Dan orang alim seperti ini yang paling dihawatirkan oleh Rasulullah
s.a.w. selain dajjal, karena lisan mereka menyeru manusia untuk menjahui dunia,
tapi perbuatan mereka malah bertolak belakang dengan apa yang diucapkan,mereka
sangat mencitai jabatan dan menjual ilmu dengan dunia yang sangat sedikit
nilainya dibandingkan keagungan akhirat.
Allah s.w.t. berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ اللَّـهُ
مِيثٰقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتٰبَ لَتُبَيِّنُنَّهُۥ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُۥ
فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِۦ ثَمَنًا قَلِيلًا, فَبِئْسَ مَا
يَشْتَرُونَ
Dan
(ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi
kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan
jangan kamu menyembunyikannya,” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang
punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah
buruknya tukaran yang mereka terima. (Ali Imran, 187)
Ciri-ciri
ulama’ dunia bisa dilihat dari kebalikan ciri-ciri ulama’ akhirat.
Referensi:
Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Maktabah Syamilah
Abu Thalib
al-Makki, Qut al-Qulub, Maktabah Syamilah
Al-Baihaki,
al-Zuhd al-Kabir, Maktabah Syamilah
Ihsan
Muhammad Dahlan al-Jampesi, Siraj al-Thalibin, al-Haramain
sumber:badruzzaman4.wordpress.com